Marxisme, Dogma Atau Metode

>> Minggu, 09 September 2012

-->

 
“The philosophers have only interpreted the world, in various ways; the point is to change it.” (Marx)
Sidney Hook - Sang filsuf pragmatis Amerika itu yang kemudian membuat suatu buku berjudul The Nation. Dengan mengutip tulisan Hook, dengan menggunakan logika berpikirnya, ia mengatakan  bahwa Marxisme bukanlah dogma, mitos, atau ilmu pengetahuan ilmiah obyektif, tetapi sebuah metode realistik dari aksi kelas.
Kita tahu bahwa Sidney Hook pernah dikenal sebagai seorang ahli filsafat Karl Marx dan menganggap dirinya seorang Marxis. Karir pemikirannya juga sangat cemerlang dalam bidang Marxisme. Dia pernah menghadiri ceramah Karl Korsch di Berlin pada tahun 1928 dan juga pernah melakukan penelitian di Institut Marx-Engels di Moskow pada musim panas tahun 1929. Hook juga banyak menulis tentang Uni Soviet. Tetapi pada tahun 1932, dia berseberangan dengan Komintern dan berdiri di garis kaum Marxis yang menentang Stalin.
Tetapi Hook, seperti halnya Max Eastman (yang sama-sama pernah belajar di bawah bimbingan John Dewey di Columbia University), pada akhirnya menolak materialisme dialektik dan komunisme ilmiah. Tendensi teoritiknya, juga konten tulisan-tulisannya, tidak berbeda dengan para revisionis yang lain – yang menganut aliran Bernsteinisme. Jika pun Hook masih berbicara tentang dialektika Marxis, ia berusaha menerjemahkannya dalam bahasa empirisisme yang vulgar. Dan tafsir vulgarnya bisa kita lihat dalam pemahamannya mengenai Marxisme terkait dengan pertanyaan di atas.
Pandangan Hook tersebut, jelas, tidak memadai; belum menjadi jawaban yang tepat atas pertanyaan “Marxisme – dogma atau metode?” Dengan mengutip tulisan Trotsky, saya akan menjawab dengan tegas bahwa Marxisme bukanlah dogma, tetapi juga tidak hanya sebuah metode; Marxisme adalah doktrin. Benar, konsepsi Marxis mengenai dialektika materialis merupakan sebuah metode, tetapi Marx tidak hanya memformulasikan metode ini, ia mengaplikasikannya dalam dua domain, yakni dengan mengkreasi sebuah teori mengenai ekonomi kapitalis (ilmu pengetahuan ilmiah/science ) dan teori mengenai proses historis  (filsafat sejarah [ilmu pengetahuan ilmiah/science]).
Lebih jauh, tulisan Hook mengenai hal ini, dalam The Nation, mengatakan bahwa doktrin Marxis tidak bisa lebih bebas dipahami dalam maksud revolusionernya dibanding dengan resep obat seorang dokter untuk suatu penyakit. Perbandingan yang diajukan Hook ini, dalam batas-batas tertentu, bisa diterima. Tetapi, masalahnya, resep obat seorang dokter hanya berguna untuk menyembuhkan suatu penyakit, bukan untuk menganalisis suatu penyakit. Praktek riil dan teori ilmiah adalah dua hal yang terpisah, meskipun seluruh ilmu pengetahuan ilmiah tumbuh dari kebutuhan praktikal. Teori Marxis dan ilmu kedokteran – sebagai ilmu pengetahuan ilmiah –  adalah alat untuk menganalisis suatu realitas, yang kemudian diturunkan ke dalam nilai praktis realistis. Resep obat adalah praktis realistis dari ilmu kedokteran dan aksi kelas adalah praktis realistis dari teori Marxis.
Masih di dalam buku yang sama, The Nation, Hook mengkritik oposisi revolusioner kaum Marxis terhadap Perang Dunia tahun 1914 sebagai suatu tindakan yang utopis. Sebab perang tersebut, menurutnya, adalah arus dari konstelasi kekuatan sosio-ekonomik obyektif yang tak terelakkan pada waktu itu. Pikiran ini sangat kontradiktif dan tak bisa dipahami. Pertama, ide-ide utopis mengalir juga dari situasi obyektif. Artinya, Perang Dunia 1914 (Perang Dunia Pertama) merupakan gagasan utopis meskipun, menurut Hook, mengalir dari “situasi obyektif” tak terelakkan. Kedua, berjuang melawan peristiwa “tak terelakkan” bukanlah sesuatu yang utopis, karena peristiwa “tak terelakkan” tersebut dibatasi oleh ruang dan waktu. Jelas, Perang Dunia 1914, sebuah keberadaan yang tak terelakkan dari sejarah,  adalah kreasi utopis dari ide buntu imperialis.
Pandangan revisionis seperti ini sering muncul di kalangan akademisi Marxian. Ini hanyalah persoalan psikologis saja. Tekanan dan pengaruh dari para pemikir arus lain membuat pemahaman para akademisi Marxian ini berubah-ubah dan tidak obyektif lagi. Ini wajar, karena sebagian besar dari mereka menganggap Marxisme hanya sekedar knowledge,bukan sebagai doktrin politik yang akan membawa pada perubahan sejarah secara riil. Sehingga, kesimpulan yang akan saya katakan, bukan Maxisme-nya yang tidak ilmiah, tetapi pandangan merekalah yang tidak ilmiah dalam mengkaji Marxisme.
Bagi seorang Marxis sejati, Marxisme bukan sekedar teori atau knowledge, tetapi petunjuk teoritis dan praksis revolusioner yang akan membawa perubahan sejarah; yang akan membawa kelas pekerja ke tampuk kekuasaan; yang akan mewujudkan cita-cita sosialis dan membawa arah baru yang menggembirakan bagi masa depan umat manusia. Jika kita menjadikan Marxisme hanya sekedar teori, bahan diskusi filsafat yang prestisius, inspirasi, atau sekedar wacana yang menggairahkan, maka kita samasekali tidak melakukan apa-apa bagi kesejarahan manusia. Kita hanya akan menjadi seorang atau sekelompok perenung yang absurd. “Para filsuf hanya menginterpretasi dunia, dengan berbagai cara; yang terpenting adalah bagaimana mengubahnya.” Demikian tulis Marx dalam Theses On Feuerbach, yang merupakan kritik terhadap para filsuf pasif di jamannya.

0 komentar:

Posting Komentar

PEMBEBASAN SAMARINDA. Diberdayakan oleh Blogger.
Copyright © 2011. PEMBEBASAN Kolektif Wilayah Kalimantan Timur . All Rights Reserved
Design by Ikhsanhafiyudin | Blog
ihzone.web.id