WATAK KLAS DARI AJARAN EKONOMI MARXIS

>> Senin, 16 Juli 2012


Oleh: kelas buruh
          
Kepada Marxisme seringkali dinyatakan keberatan bahwa ajaran-ajarannya selalu memihak, sehingga bersifat berat sebelah dan tidak mungkin obyektif, demikian kata lawan-lawan Marxisme.
           Lenin pernah berkata : ‘Penyelidikan terhadap hubungan-hubungan produksi didalam suatu masyarakat tertentu menurut sejarah, dalam kelahirannya, perkembangannya, dan keruntuhannya. Demikianlah isi dari ajaran ekonomi Marx’. Jadi, ajaran ekonomi Marxis harus mempelajari hukum-hukum ekonomi yang berlaku didalam masyarakat yang diselidikinya. Hukum ekonomi merupakan hukum-hukum obyektif dan dalam hal ini sepenuhnya sama dengan hukum-hukum obyektif yang berlaku dalam alam. Tetapi berbeda dengan hukum alam, hukum ekonomi berlaku didalam masyarakat dan langsung mengenai kepentingan-kepentingan manusia, golongan-golongan manusia, atau klas-klas. Ada klas yang diuntungkan oleh berlakunya suatu hukum ekonomi tertentu, ada yang dirugikan oleh hukum itu. Oleh sebab itu, timbul sikap yang berbeda-beda dari berbagai klas itu terhadap hukum tersebut. Mereka yang diuntungkan berkepentingan akan segera terlaksananya hukum itu, berusaha mengenalnya dan menggunakannya. Sedangkan klas yang dirugikan berusaha sekuat-kuatnya melawan hukum itu, berusaha menutup-nutupinya atau memutarbalikkannya. Misalnya, hukum bahwa feodalisme pada tingkat perkembangannya yang tertentu harus diganti oleh kapitalisme, digunakan oleh klas borjuis dengan melaksanakan revolusi borjuis anti feodal, sebagaimana antara lain terjadi di Perancis ( 1789 ). Dipihak lain, kaum bangsawan feodal melakukan segala daya upaya untuk menggagalkan revolusi itu dan merebut kembali kekuasaan negara.

          Begitu juga di Indonesia, kita sendiri berpengalaman bagaimana kaum penjajah dengan sarjana-sarjananya, betapa ilmiahpun dasar pendidikannya, tidak dapat atau tidak mau mengenal hukum obyektif bahwa penjajahan melahirkan perlawanan rakyat yang menentang penjajahan dan berjuang untuk kemerdekaan nasional dan bahwa kemerdekaan nasional adalah sesuatu yang tidak terelakkan. Oleh sebab itu timbul bermacam-macam teori yang dalam bentuk kasarnya terang-terangan menyatakan keunggulan ( superioritas ) bangsa penjajah atas bangsa yang dijajah dan dalam bentuk halusnya menggambarkan penjajahan sebagai pelaksanaan kewajiban suci bangsa-bangsa maju untuk membantu bangsa-bangsa terbelakang.

          Demikianlah, kita melihat bahwa kepentingan yang bertentangan dengan suatu hukum obyektf membuat klas itu buta terhadap hukum itu, sedangkan kepentingan yang sesuai membuat klas itu melek terhadap hukum itu. Oleh sebab itu, suatu ilmu sosial termasuk ilmu ekonomi politik, dapat bersifat benar-benar ilmiah dan obyektif, bukannya dengan berdiri diatas klas-klas tidak memihak kesana kemari, tetapi justru dengan secara teguh memihak pendirian klas yang maju, klas yang kepentingannya sepenuhnya sesuai dengan hukum-hukum perkembangan sejarah. Klas semacam ini adalah klas pekerja, karena klas pekerja timbul dalam masyarakat kapitalis, sistim masyarakat terakhir yang berdasarkan penghisapan atas manusia oleh manusia. Klas pekerja hanya mungkin sampai pada tujuan perjuangannya, jika sistim kapitalis hapus sama sekali.

          Pada jaman kita sekarang sudah jelas, bahwa perkembangan masyarakat manusia diseluruh dunia yang menuju terwujudnya masyarakat tanpa penghisapan atas manusia oleh manusia merupakan hukum perkembangan yang obyektif. Dengan membebaskan diri dari kapitalisme, klas pekerja akan menamatkan riwayat segala bentuk penghisapan, maka dengan sendirinya ia merupakan satu-satunya klas yang kepentingannya sepenuhnya sesuai dengan hukum perkembangan tersebut. Oleh sebab itu, Marxisme dengan ajaran ekonominya yang mendasarkan diri pada pendirian klas pekerja, justru merupakan ajaran yang ilmiah dan obyektif, karena ia berpihak pada sesuatu yang sedang berjuang untuk suatu perspektif yang obyektif, yaitu masyarakat tanpa penghisapan atas manusia oleh manusia. Sejarah gerakan buruh sedunia dan juga gerakan kemerdekaan nasional kita sendiri membuktikan bahwa setiap orang yang dengan jujur menginginkan serta memperjuangkan pembebasan manusia dari segala macam penindasan, dapat memahami Marxisme dan mempergunakannya bagi kemajuan masyarakat manusia.

Read more...

AKSI TOLAK RUU PT

>> Selasa, 10 Juli 2012



----Senin 09 juli 2012 - Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Tolak Komersialisasi Pendidikan menggelar aksi untuk menolak Rancangan Undang-Undang Perguruan Tinggi, mereka menyatakan sikap dengan mengadakan menggelagar spanduk bertuliskan SELAMAT DATANG DIKAMPUS ANTI RAKYAT MISKIN didepan kampus universitas mulawarman. ----

TOLAK RUU PT



 “pendidikan adalah hak rakyat. Rakyat memiliki hak untuk memperoleh pendidikan yang layak dan pemerintah berkewajiban memberikan kesempatan kepada rakyat untuk mengenyam pendidikan. Pemerintah seharusnya memperhatikan aturan yang telah disepakati secara konsensus itu.” Pasal 31 UUD 1945 Ayat (2)

Sesuai dengan pasal yang berbunyi di atas, seharusnya Rakyat Indonesia dapat memperoleh pendidikan yang layak dan pemerintah berkewajiban memberikan kesempatan kepada rakyat untuk mengenyam pendidikan. Tapi kenyataannya pada saat ini pemerintah telah akan menanggalkan tanggung jawabnya tersebut, kita bisa lihat bersama relitas yang ada rakyat Indonesia yang masih dinilai minim dalam dunia pendidikan bahkan masih banyak yang tidak dapat pendidikan secara layak sesuai standarisasi nasional karena rakyat masih terbebani oleh biaya-biaya yang cukup berat dan berfikir “toh nantinya akan jadi pekerja biasa saja”, ketakutan-ketakutan seperti itulah yang mengukung kebebasan rakyat itu sendiri. Rakyat semakin enggan berfikir bagaimana caranya mereka mendapatkan pendidikan yang layak padahal sudah jelas dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 02 diatas bahwasanya pendidikan adalah tanggung jawab

Negara untuk membebaskan rakyat dari kebodohan seerta penindasan manusia atas manusia.Negara yang kita tahu bahwa pemeran dari pada birokratismenya adalah elit borjuis dengan madzhab kapitalisnya menjadikan  pendidikan sebagai alat baru untuk mempraktekkan penghisapan secara utuh melalui pendidikan itu sendiri. pendidikan sebagai ruang ideologisasi kelas borjuasi telah mengendalikan paradigma pendidikan nasional. Pendidikan diarahkan untuk pemperkuat sistem kapitalisme serta membenarkan praktek jahat atas penghisapan. Disini propaganda borjuasi akan menjauhkan pelajar maupun mahasiswa terhadap lingkungan masyarakat, menjauh dari realitas kemanusiaan dan kondisi masyarakat yang tengah dialami.

Pendidikan yang seharusnya berdasarkan objektifitas / realita malah dijadikan komoditi agar tetap menjaga kantong koin Pemerintah tetap terisi, dengan cara menghapuskan kurikulum pendidikan yang tidak berhubungan dengan kepentingan mereka, dan kurikulum yang tidak sesuai dengan kepentingan kelas borjuis serta dianggap tidak menguntungkan negarasecara perlahan-lahan akan dihapus dan diganti dengan kurikulum yang sesuai dengan kepentingan mereka salah satunya dalam dunia pendidikan yang ada di perguruan tinggi, dimana dalam kurikulum perguruan tinggi membicarakan hal-hal objektif dimana hal-hal objektif yang di pelajari adalah bagaimana manusia dengan alam kemudian bagaimana manusia dengan manusia itu sendiri sehingga dapat menciptakan ilmu pengetahuan yang bermanfaat akan tetapi yang seperti itu malah digantikan dengan kurikulum yang sesuai dengan kepentingan mereka (Red:Borjuis). Dan itu semua akan semakin rapi terpraktek setelah terlegitimatenya Rancangan Undang-Undang Perguruan Tinggi sehingga kelancaran untuk perputaran modal merekapun tidak akan musnah seperti yang telah jelas terpapar pada pasal-pasalnya yang mana setiap pasalnya lebih banyak menguntungkan para elit borjuasi.


Pendidikan Dalam RUU PT
Kebijakan pemerintah seharusnya mengutamakan kepentingan masyarakat sehingga segala kebijakan mencerminkan kebaikan bersama. Demikian pula halnya jika kebijakan dibuat untuk perguruan tinggi, maka selayaknya berpihak pada perguruan tinggi. Apalagi, perguruan tinggi penting untuk mendorong kemajuan bangsa. Akan tetapi, RUU PT tak mewakili aspirasi masyarakat, khususnya bagi civitas academica. Beberapa klausul dari peraturan tersebut dapat menyudutkan pendidikan dalam negeri, bahkan mematikannya.
Liberalisasi dan penjajahan
Ada beberapa pasal yang perlu dikritisi dalam RUU PT ini. Pasal-pasal tersebut dianggap dapat memperburuk dunia pendidikan Indonesia. Seperti :
Pasal 9-terdiri dari 4 ayat
Ayat 2 :kebebasan mimbar akademik merupakan wewenang professor atau dosen yang memiliotoritas dan wibawa ilmiah untuk menyatakan secara terbuka dan bertanggung jawab mengenai sesuatu yang berkenaan dengan rumpun ilmu dan cabng ilmunya.
Ayat 4 :ketentuan lebih lanjut tentang civitas akademika, rumpun, dan cabang ilmu sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diatur dengan peraturan mentri.
Rumpun ilmun serta cabangnya seharusnya diserahkan kepada pihak perguruan tinggi serta civitas aakademik untuk mengaturnya, akan tetapi dalam pasal tersebut segala aspek rumpun ilmu serta cabangnya akan diatur oleh kementrian (Negara) yang mana kembali lagi pada konteks kepentingan golongan kapitalis serta elit borjuis.
Pasal 16-terdiri dari 3 ayat
Ayat 1:kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh setiap perguruan tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi untuk setiap program studi yang mencakup pengembangan kecerdasan, intelektual, akhlak mulia dan keterampilan
Ayat 3: ketentuan lebih lanjut mengenai kurikulum diatur dalam peraturan mentri
Kurikulum yang seharusnya menjadi wewenang perguruan tinggi akan menjadi wewenang Negara yang mana dalam konteksnya pengaturan serta pengevaluasian kurikulum itu sendiri akan diatur secara penuh oleh pemerintah untuk kepentingan para elit borjuis sehingga apabila ada suatu kurikulum yang dianggap tidak menjadi ranah keuntungan untuk mereka kurikulum tersebut akan dihapuskan.
Pasal 20-terdiri dari 6 ayat
Ayat 1: perguruan tinggi menyelenggarakan penelitian untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan daya bangsa.
Ayat 6: ketentuan lebih lanjut mengenai penelitian, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kerjasama antara perguruan tinggi dan perguruan tinggi dengan  usaha dengan dunia industri dalam penelitian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),dan pendaya gunaan Perguruan Tinggi Sebagai Pusat penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam peraturan pemerintah
Jika penelitian diatur oleh pemerintah dikhawatirkan akan timbul suatu indepensi perguruan tinggi akan terkikis
Pasal 32 terdiri dari 3 ayat
Ayat 1:perguruan tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggara Tridharma
Ayat 2: otonomi pengelolaan perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan dasar dan tujuan serta kemampuan perguruan tinggi
Ayat 3: dasar dan tujuan serta kemampuan perguruan tinggi untuk melaksanakan otonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dievaluasi oleh mentri
Pertentangan antara ayat 1 perguruan tinggi memiliki otonomi dengan ayat 3 yang otonomi dievaluasi oleh mentri sangatlah jelas bahwasanya segala regulasi yang diperuntukkan kepada perguruan tinggi tidak lepas dari campur tangan Negara. Otonomi yang seharusnya dikelola secara penuh oleh pihak perguruan tinggi kini dipegang kendali oleh pemerintah padahal pihak perguruan tinggi itulah yang mengetahui situasional PT-nya secara penuh sehingga merekapun tahu seperti apa dan bagaimana perguruan tingginya tersebut.
 Juga dalam Pasal 77 yang menyebutkan bahwa pemerintah memilah perguruan tinggi menjadi tiga kategori, yakni otonom, semi-otonom, dan otonom terbatas. Otonomisasi pendidikan sangat rawan disalahgunakan oleh pengelola perguruan tinggi yang tak bertanggung jawab.
Pada konteks tersebut, pemerintah memberi kewenangan pada perguruan tinggi dalam mengelola keuangan, termasuk cara memperolehnya. Pada kondisi seperti ini, sangat mungkin pendidikan dianggap sebagai komoditas perdagangan. Otonomi tersebut, jika tak bijak disikapi, akan menjadi ancaman bagi nilai luhur pendidikan Indonesia.
Akan banyak muncul perguruan tinggi yang memanfaatkan otoritasnya untuk membuat kebijakan yang menguntungkan. Misalnya, dengan biaya kuliah yang mahal. Tingginya biaya ini berimplikasi langsung dalam bentuk diskriminasi pendidikan karena orang dengan ekonomi lemah akan termarjinalkan.
Selain itu, Pasal 90 juga berdampak buruk bagi mahasiswa. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa pemerintah memberikan dan/atau mengusahakan pinjaman dana kepada mahasiswa. Sepintas hal tersebut tampak membantu mahasiswa. Namun, sebenarnya hal itu menciptakan kebiasaan buruk: mahasiswa akan terbiasa berutang.
Lebih jauh, utang dapat membuat kebebasan mahasiswa terbelenggu. Ketika mahasiswa tersebut memiliki pinjaman dari kampus, hal itu secara tak langsung dapat menjadi penumpul jiwa kritis mahasiswa. Apalagi, jika pemberian utang itu disertai persyaratan yang mengungkung kebebasan: mahasiswa penerima beasiswa tidak boleh ikut demonstrasi, misalnya.
Lebih memprihatinkan lagi, Pasal 114 yang menyebutkan bahwa perguruan tinggi negara lain dapat menyelenggarakan pendidikan di Indonesia. Ini tentu sangat berbahaya jika melihat posisi Indonesia saat ini. Orang Indonesia kebanyakan lebih suka sesuatu yang berbau luar negeri, impor, padahal belum tentu bermutu sehingga  merugikan universitas lokal.
Dengan pergulatan pasal-perpasal menjadi sebuah pertarungan formal, namun harus kita pahami bersama pendidikan harus lah menjadi milik semua orang, dan dengan bebas mampu di akses serta menjadi sebuah perkembangan ilmu pengetahuan yang bergerak secara objektif. Dengan situasi di atas maka sudah semestinya semua para pelaku jalannya dunia pendidikan mendapatkan kewenangan penuh mengelola dan memimpinnya, dengan membangun Majelis Civitas Akademik dan Dewan Pendidikan yang di kuasai dan di control oleh rakyat,  pendidikan akan menemukan arahnya karena semua para pelaku jalannya pendidikan yang memahami  realitas dapat membuat regulasi nya.

Read more...
PEMBEBASAN SAMARINDA. Diberdayakan oleh Blogger.
Copyright © 2011. PEMBEBASAN Kolektif Wilayah Kalimantan Timur . All Rights Reserved
Design by Ikhsanhafiyudin | Blog
ihzone.web.id