POSISI edisi I/April/2012

>> Jumat, 27 April 2012

Wajah Dunia Pendidikan Indonesia 
 *Achonk 
 
Jumingsih, mahasiswa semester 2 fakultas ekonomi UNMUL kelihatan kusut mukanya ketika keluar dari ruang diskusi bersama kawan-kawan PEMBEBASAN Komisariat FEKON UNMUL, matanya berkilat-kilat, terlihat jelas kemarahan yang membara. Di kepalanya penuh dengan pertanyaan yang ga juga terjawab oleh logikanya. Dari persoalan kenaikan BBM, Penggusuran PKL, Pendidikan dan Kesehatan yang kian tak terjangkau oleh rakyat. Bayangkan dalam kampus NERGRI ini Ujian  kalau belum bayar SPP tidak diperbolehkan--ilmu pengetahuan ternyata  diperjualbelikan—BRAVO!!
Manusia dan ilmu pengetahuan/pendidikan tidak bisa dipisahkan, karena pendidikan merupakan salah satu yang memberikan kesadaran bagi dirinya. Dengan kesadaran, manusia mampu berpikir dan bertindak serta mampu memahami realitas eksistensinya secara komperhensif. Artinya, pendidikan dibutuhkan oleh manusia tidak lain adalah untuk membebaskan dirinya dari ketidak tahuan serta menciptakan peradaban dan kebudayaannya
Universitas Mulawarman dianggap Jumingsih sebagai lembaga penyelenggara pendidikan untuk  meningkatkan kualitas masyarakat  di Kaliumantan Timur. Anggapan itu kemudian hanyalah angan-angan sebagai jalan untuk meningkatkan taraf  hidup dengan harapan setelah lulus dari kampus UNMUL, sarjana-sarjana lulusan kampus UNMUL menjadi orang-orang yang bisa bersaing ditengah semakin sulitnya lapangan kerja, bahwa kampus UNMUL memiliki segalanya untuk menciptakan sarjana-sarjana yang berkualitas dengan biaya kuliyah yang terjangkau hanyalah omong kosong belaka. Seperti yang dirasakan Jumingsih saat ini.

Sudah menjadi takdir sejarah dimana negara yang manganut sistem kapitalisme sebagai arah kebijakan ekonomi-politikya dipastikan gagal mensejahterakan rakyat. Terbukti dengan adanya krisis  kapitalisme global dan celakanya krisis kapitalisme ini memperparah penderitaan rakyat dunia melalui kebijakan Dana Stimulus dan Pengetatan Anggaran. Salah satu praktek kebijakan pengetatan anggaran adalah pemotongan besar-besaran subsidi bagi pendidikan. Akibat pemotongan subsidi ini, biaya pendidikan semakin mahal dan telah menutup akses rakyat terhadap hak mendapatkan pendidikan.
Pendidikan adalah Hak Asasi Manusia. Pendidikan merupakan layanan publik tanpa terkecuali, namun sistem kapitalisme telah mengubah dari layanan publik ke layanan jasa yang berlandaskan profit oriented. Penandatanganan GAT’s (General Agreement on Trade in Services) pada bulan desember 2005 yang  isianya mengatur liberalisasi perdagangan pada 12 sektor, sebagai komitmen sebagai anggota WTO, dimana perjanjian tersebut menetapkan pendidikan sebagai salah satu bentuk pelayanan sektor publik yang harus diprivatisasi. Arah liberalisasi pendidikan sejalan dengan logika ekonomi kapitalisme dengan menjadikan pendidikan sebagai barang komersial (Komoditi). Bukti dikankanginya hak rakyat oleh rezim yang berkuasa saat ini, patuh terhadap dikte lembaga uang dunia dari pada menyelatkan rakyat.
Guna merealisasikan kapitalisasi pendidikan (dikte WTO), pemerintah dan elit politik borjuasi mengesahkan UU No. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 sebagai akar pelepasan tanggung jawab Negara terhadap penyelenggaraan pendidikan nasional. Kemudian pemerintah dan dan elit politik borjuasi hendak meliberalisasikan pendidikan secara sempurna dengan mengesahkan UU No. 9 Tahun 2009 Tentang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP). Dengan perjuangan mahasiswa dan gerakan rakyat yang menolak kapitalisasi pendidikan akhirnya berhasil mencabut UU BHP yang ditandai dengan Surat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009 tanggal 31 Maret 2010.
Setelah gagal mempertahankan paket kebijakan liberalisasi dunia pendidikan--UU BHP, bulan Maret 2012, DPR-RI akan melakukan pembahasan intens (terakhir) mengenai Rancangan Undang-Undang Pendidikan Tinggi (RUU PT). Yang subtansinya dalam draft terbaru RUU PT ini masih sangat mengecewakan. Dari draft yang dihasilkan per 22 Februari 2012 silam, masih banyak pasal yang substansi dan semangatnya justru tidak jauh berbeda dari UU BHP yang sudah dibatalkan. Semangat liberalisasi pendidikan masih berada dalam substansi RUU tersebut, walau dikemas dalam redaksi kata yang berbeda. Pertanyaanya, Apakah dunia pendidikan Indonesia masih diperuntukkan membebaskan manusia dari segala macam belengu ketertindasan, kebodohan dan kemiskinan?
Kelas borjuasi--dengan idiologi kapitalismenya--memiliki kepentingan dalam dunia pendidikan nasional. Institusi pendidikan digunakan sebagai alat yang mentranformasikan kepentingan-kepentingan kelas borjuasi, yaitu menciptakan kebudayaan diam.
Menurut Poulo Freire, kebudayaan diam merupakan kondisi di mana rakyat dibuat tunduk dan taat sedemikian rupa oleh penguasa, sehingga rakyat tidak bisa atau tidak berani mempertanyakan keberadaannya, dan pada akhirnya cenderung menerima keberadaan itu secara fatalistis.
Kepentinga tersembunyi dibalik idiologi borjuasi ini adalah menjadikan dunia pendidikan sebagaia mesin pencetak tenaga kerja murah sebagai tenaga pengerak produksi kapitalis. Lihat propaganda ilutif idiologi borjuasi yang sekarang ini menjadi magnet untuk merkrut lebih banyak mahasaswa, dimana dimasukanya logika “Enterpreneurship” (kewirausahaan) dalam kurikulum pendidikan. Padahal secara kasat matapun dapat dilihat bahwa kurikulum tersebut merupakan siasat guna melancarkan proses akumulasinya. Hal itu juga sebagai tambal sulam dari ketidak-mampuan rezim dalam menyiapkan lapangan pekerjaan bagi rakyat. Sungguh celaka bahwa dunia pendidikan telah menciptakan sarjana-sarjana brengsek yang mendukung kebijakan rezim dan melemahkan perjuangan rakyat--Lihat kekebijakan-kebikan rezim. Mulai pencabutan subsidi BBM, penggusuran PKL, upah buruh yang rendah, minim lapangan pekerjaan, pendidikan/kesehatan mahal dan ribuan penderitaan rakyat yang ternyata buah dari kebijakan negara (SBY-BUDIYONO dan Elit-elit Politik di DPR). Mereka merupakan sarjana-sarjana brengsek yang lahir dari sistem dunia pendidikan saat ini.
Begitu jelas bahwa dunia pendidikan Indonesia saat ini merupakan ruang ideologisasi kelas borjuasi. Pendidikan diarahkan untuk pemperkuat sistem kapitalisme serta membenarkan praktek jahat atas penghisapannya,  idiologi borjuasi akan menjauhkan mahasiswa dalam lingkaran sosial masyarakat, menjauh dari realitas kemanusiaan dan kondisi masyarakat yang tengah dialami. Ternyata, berbeda kepentingan borjuasi (baca; Rezim SBY-BUDIYONO dan Elit-elit politik di DPR) dan kepentingan Jumingsih (mahasiswa/rakyat) dalam dunia pendidikan. Ayo jangan Cuma berpangku tangan kawan, bersama rakyat kita sambut hari besar perlawan rakyat Mayday (Hari Buruh Sedunia) dan Hari Pendidikan Nasional Tanggal (1 dan 2 mey 2012) dengan kepala tengadah menghadang gelombang liberalisasi dunia pendidikan.
Libatkan dirimu dalam pendiskusian regular PEMBEBASAN, perkuat konsolidasi rakyat berlawan. Untuk kritik,saran dan info hubungi kontak kami di yang ada kampusmu. 

* Kolektif Komisariat Fekon UNMUL
-- Tulisan ini diterbit juga di Booklet POSISI edisi I/April/2012



1 komentar:

Anonim,  27 April 2012 pukul 17.04  

gerakan mahasiswa makin terfrakmentasi--lihat perlawan kenaikan BBM kmaren--dan heroik, belum memberikan syarat persatuan rakyat

Posting Komentar

PEMBEBASAN SAMARINDA. Diberdayakan oleh Blogger.
Copyright © 2011. PEMBEBASAN Kolektif Wilayah Kalimantan Timur . All Rights Reserved
Design by Ikhsanhafiyudin | Blog
ihzone.web.id